Pages/Halaman:
Ikuti konten terbaru dan menarik lainnya di:
Pengaduan Konten via WhatsApp
ilustrasi
SAFAHAD - Perawakannya tinggi, wajahnya senantiasa berseri dan matanya bersinar, sikapnya pun selalu ramah sehingga setiap orang merasa simpati padanya. Selain itu, ia pun dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati (tawadhu).
Advertisement
Swipe Up
Bernama lengkap Amir bin Abdullah bin Jarrah bin Hilal bin Dabbah bin Haris bin Fihr al-Quraisy, ia termasuk orang yang paling dahulu masuk Islam dan salah seorang dari sepuluh sahabat Nabi SAW yang dijanjikan masuk surga.
Ketika penindasan itu kian menjadi- jadi, Abu Ubaidah turut hijrah ke Abessinia (Habasyah atau Ethiopia). Kemudian, ketika Nabi Muhammad SAW mengizinkan berhijrah ke Madinah, ia bersama kaum Muslimin lainnya juga hijrah ke Madinah.
Di kota ini, ia dipersaudarakan Nabi SAW dengan saudara Muslim Ansar, Sa’ad bin Mu’az. Versi lain menyebut, ia dipersaudarakan dengan Salim atau Muhammad bin Maslamah.
Karena dikenal jujur dan setia, Abu Ubaidah sangat dipercaya oleh Rasulullah. Sebuah riwayat menyebutkan, suatu ketika beberapa utusan kaum Nasrani datang menghadap Rasulullah, seraya berkata, “Ya Abu Qa sim, kirimlah kepada kami seorang sahabat Anda yang pintar menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih di antara kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum Muslimin.”
Rasulullah menjawab, “Datanglah nanti sore, saya akan mengirimkan bersama kalian orang kuat yang terpercaya.”
Terkait hal ini, Umar bin Khatab mengatakan, “Saya melaksanakan shalat Zhuhur lebih cepat dari biasa. Saya ingin tugas itu tidak diserahkan kepada orang lain karena saya ingin mendapatkan gelar ‘orang kuat yang terpercaya’.”
Setelah shalat Zhuhur, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Umar bin Khattab agak menonjolkan diri agar Rasulullah melihatnya. Tetapi, beliau tidak menunjuknya.
Ketika melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata, “Pergilah kamu bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan.”
Maka, Ubaidah pun berangkat bersama para utusan Nasrani dengan menyandang gelar “orang kuat yang terpercaya”.
Berjuang di medan perang
Dalam upaya membela agama Allah, Abu Ubaidah tak segan turun ke medan perang. Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve menuliskan, sahabat Nabi yang lahir pada 40 SH/584 M itu ikut berjuang dalam Perang Badar, Uhud, dan sejumlah perang lain yang dipimpin oleh Rasulullah.
Pada Perang Badar, ia terpaksa berhadapan dengan ayahnya, Abdullah bin Jarrah, yang berperang di pihak Quraisy. Ia berusaha menghindari ayahnya, tetapi karena ayahnya terus mengejar, akhirnya Abu Ubaidah melawan dan membunuhnya.
Sejatinya, Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya tetapi membunuh kemusyrikan yang bersarang dalam pribadi sang ayah. Tindakannya ini dibe nar kan oleh Alquran surah al-Mujadalah ayat 22, yang turun setelah itu.
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat saling berkasih sayang dengan orangorang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hari mereka dan menguatkan mereka dengan perto long an yang datang dari-Nya.
Dan, dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.”
Ayat tersebut tak membuat Abu Ubaidah membusungkan dada. Yang pasti, hal itu kian mengokohkan keimanannya kepada Allah dan Islam.
Sementara itu, dalam Perang Uhud, keberanian dan kesigapan Abu Ubaidah juga luar biasa. Seperti dikisahkan Abu Bakar ash-Shiddiq, ketika pasukan Is lam terdesak dan bercerai-berai, Abu Ubaidah tetap bertahan dan berusaha menjaga keselamatan Rasulullah.
Ia mendahului Abu Bakar memberi pertolongan pertama kepada Rasulullah yang pipinya tertusuk dua pecahan rantai besi. Oleh Abu Ubaidah, pecahan rantai besi itu dicabut menggunakan giginya sehingga dua gigi serinya tanggal.
Ayat tersebut tak membuat Abu Ubaidah membusungkan dada. Yang pasti, hal itu kian mengokohkan keimanannya kepada Allah dan Islam.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Ubaidah berperan besar dalam pemilihan khalifah pertama di Saqifah Bani Sa’idah. Awalnya, Umar bin Khattab ingin membaiatnya, tetapi ia menolak dan menganggap Abu Bakar sebagai orang yang pantas menggantikan Nabi SAW.
Abu Bakar juga mengajukan dua calon, yaitu Umar dan Abu Ubaidah, tetapi ke dua orang ini merasa tidak pantas menyaingi Abu Bakar dan segera membaiat Abu Bakar sebagai khalifah pertama.
Jabatan pertama bagi Abu Ubaidah pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah mengurus keuangan Negara. Ia menetapkan gaji yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar. Dengan gaji yang cukup itu diharapkan Khalifah dapat memusatkan perhatian pada pemerintahan dan meninggalkan pekerjaannya yang lama sebagai pedagang.[REPUBLIKA]
Lihat Juga
Lihat Juga