Pages/Halaman:
Rocky Gerung dan Megawati (tribunnews)
SAFAHAD - Ada pemandangan menarik di area depan kantin di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022). Terparkir dua gerobak Bakso Malang.
Dalam pidato di Rakernas PDIP, Megawati bercerita tentang pesannya kepada Puan saat mencari pasangan. Dalam video yang beredar di media sosial itu, Megawati menyatakan, dia mewanti-wanti agar tiga anaknya tidak membawa menantu yang kayak tukang bakso.
“Jadi ketika saya mau punya mantu nih, saya sudah bilang sama anak saya tiga (orang), awas loh kalau nyarinya yang kayak tukang bakso,” ungkapnya yang disambut tertawa oleh para kader PDIP yang datang.
Bahkan, Presiden Jokowi dan Puan Maharani, juga ikut tertawa menanggapi candaan ibunya. Pernyataan Megawati itu kemudian mengundang berbagai reaksi publik.
Banyak warganet yang juga menyayangkan pernyataan perempuan 75 tahun itu karena dianggap mendiskreditkan sebuah profesi.
“Ini balik lagi pada soal tadi bahwa politik Indonesia artinya diasuh berdasarkan hubungan Bapak Ibu doang,” komentar akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung.
“Itu bahayanya. Kan ini negara, ini ada institusi itu. Bukan karena dua kader yang ada di dalam satu partai bergembira lalu kita ikut bergembira. Ada juga yang nggak bergembira hari ini, yang masih merenung, yaitu tukang bakso,” ujar Rocky Gerung saat dialog dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (25/6/2022).
“Kan tukang baksonya sudah langsung diundang dan Bu Megawati dan Mbak Puan juga sudah langsung menikmati bakso itu,” tukas Hersubeno Arief.
“Ya, tapi itu undangan setelah kerusakan terjadi karena dari awal kita sudah bisa baca psikologi Ibu Mega yang bandingkan, misalnya dengan dulu Bung Karno bilang, ini saya punya Putri, Ibu Mega yang saya ingin dia menikah dengan segala macam suku bangsa,” ungkap Rocky Gerung.
Menurutnya, itulah sebetulnya yang musti kita ingat perbandingan dengan ayahnya, Bung Karno.
Jadi tidak ada satu sinyal pun dari Bung Karno yang memungkinkan kita membuat interpretasi kurang berwawasan kebangsaan. Bung Karno selalu final di dalam soal urusan kebangsaan dan urusan wong cilik.
“Ibu Mega kemarin terpeleset lidah. Dan, karena itulah langsung dibetulkan oleh timnya keplesetan lidah itu dengan mengundang tukang bakso supaya ada lidah yang tiba di bola bakso dengan makan bakso bersama,” lanjutnya.
Hersubeno mengungkap, pernah terjadi juga waktu masalah rebus-rebusan dulu itu, soal Megawati yang mempersoalkan emak-emak kenapa meributkan harga-harga minyak, kemudian dibikin acara rebus-rebusan di PDIP.
Rocky menjelaskan, kalau analis menganggap ada pola yang sudah final pada Megawati, yaitu kurang paham tentang empati pada rakyat kecil. Bahwa Mega adalah pemimpin wong cilik itu simbol perlawanan yang dari zaman Orde Baru kita justru jagokan Megawati.
Tetapi, setelah itu Megawati jadi elitis dan ketika mengkritisinya kurang tepat sebetulnya dalam menyapa wong cilik. “Kan tukang bakso tetap merasa bahwa kok didiskriminasikan, lalu diundang. Itu namanya dikasih gula-gula setelah dapat kopi pahit,” kata Rocky Gerung.
“Jadi kita tetap musti waspadai karena ini bangsa yang sangat peka dengan soal-soal kesenjangan ekonomi dan rasialisme. Saya mau terangkan itu bukan untuk membongkar ulang peristiwa itu tapi untuk mengingatkan bahwa Bung Karno mengajarkan kebangsaan, kesamarataan,” tegas Rocky.
“Nggak ada sinyal sedikit pun di situ tentang rasialism atau pelecehan profesi. Kita di FNN membahas ini karena masih viral dan banyak orang kadang lupa konteksnya, maka kita kasih konteks akademis. Bahkan sudah ada istilah bahwa Ibu Mega kok pakai istilah rekayasa genetik,” lanjut Rocky.
“Mungkin Ibu Mega kurang mengerti masalah itu dan harusnya dikoreksi oleh kalangan itu. Kan istilah rekayasa genetika itu istilah fasis. Istilahnya Adolf Hitler. Eaugenic, mengagung-agungkan satu gen. Eau artinya yang bagus; genic artinya gen,” tambahnya.
“Nggak ada gen yang bagus pada diri manusia, karena itu enggak perlu ada rekayasa genetika. Itu soalnya. Jadi, humanity first, itu yang hendak kita beritahu pada Ibu Mega,” ungkap Rocky.
Jadi kita memberitahu sesuatu yang secara faktual di dalam sejarah dunia itu buruk, istilah rekayasa genetika. Semoga Megawati mengerti sebagai seorang Profesor bahwa soal-soal sejarah itu penting untuk kita koreksi, lepas dari soal retorika yang akan dibela oleh PDIP.
“Tapi saya sebagai akademisi yang pernah mengajar bertahun-tahun soal sosiologi dan genetik itu harus terangkan itu,” tegasnya.
Menurut Hersubeno, kemarin juga sempat dipersoalkan aktivis HAM Natalis Pigai, ada Wamen dari Papua yang kader PDIP, Megawati menganalogikan seperti kopi dan susu, itu ternyata menjadi persoalan juga buat teman-teman di Papua.
“Jadi saya kira memang poinnya adalah kita lihat bahwa bagaimanapun Ibu Mega adalah tokoh bangsa ini dan beliau jadi panutan. Jadi, next memang kelihatannya beberapa hal yang disampaikan mesti lebih hati-hati supaya tidak disalahpahami. Mungkin maksudnya memang bercanda,” tegasnya.[FNN]
Lihat Juga
Lihat Juga