Presiden Prabowo Subianto (kanan) menyaksikan Setyo Budiyanto (kiri) menandatangani berita acara pelantikan pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12/2024). (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
SAFAHAD NEWS - Eks penyidik KPK Mochamad Praswad Nugraha mengungkap dampak bahaya apabila wacana yang digulirkan Presiden RI Prabowo Subianto 'maafkan koruptor asal kembalikan hasil korupsi atau kerugian negara' jadi terlaksana.
Menurut Praswad apabila rencana Prabowo itu terlaksana, akan menimbulkan rekayasa sosial di kalangan penyelenggara negara yang bisa menegasikan upaya penyelenggaraan negara yang bebas korupsi.
Menurut dia, akan ada banyak pejabat atau penyelenggara negara yang berbondong-bondong untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Kalau misalnya tindak pidana korupsi itu bisa di-restorative justice dengan cara mengembalikan (uang korupsi), maka orang-orang akan menerapkan 'gue lakuin aja dulu, nanti kalau ketahuan balikin'. Bayangin coba, kalau misalnya semua orang akan melakukan korupsi dengan catatan kalau ketahuan dibalikin, kalau enggak ketahuan alhamdulillah," ujar Praswad saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (20/12).
"Tapi titik garis merahnya, semuanya akan selamat, enggak ada yang masuk penjara. Bisa kebayang mau jadi apa Republik Indonesia kalau seperti itu," imbuhnya.
Praswad mengatakan rekayasa sosial akan mengubah pola kehidupan masyarakat. Prabowo dan para pembantunya di Kabinet Merah Putih, pinta dia, harus berhati-hati alias tidak gegabah.
Teori rekayasa sosial Roscoe Pound
Praswad lantas mengingatkan teori rekayasa sosial Roscoe Pound yang menyatakan hukum dapat digunakan sebagai alat untuk merekayasa masyarakat atau law as a tool of social engineering.
"Jangan sampai nanti justru kita melakukan arah rekayasa sosialnya menuju keruntuhan moral," kata Dosen hukum pidana Universitas Tarumanegara.
Walaupun Praswad tak menampik niat baik Prabowo untuk memulihkan aset hasil korupsi, dia menegaskan rencana tersebut tidak bisa diimplementasikan. Pasalnya, selama belasan tahun bekerja sebagai penyidik KPK, Praswad belum menemukan ada koruptor yang secara sukarela mengembalikan uang korupsi.
"Niatan presiden itu bagus, serius saya ngomong begini, bukan karena saya mau ngejilat rezim, tapi enggak applicable, enggak masuk di akal. Kayak orang ngomong 'Bang, saya pengin jadi profesor hukum tapi lo S1 saja belum'," ucap Praswad memberi analogi.
"Sebenarnya saya menghargai niatan Presiden, bagus banget kalau itu bisa dilaksanakan, orang pada mengembalikan duit korupsi semua, tapi kan enggak ada yang mau (mengembalikan secara sadar), enggak ada yang mau. Pengembalian uang itu harus pakai upaya paksa, harus pakai pidana," imbuhnya.
Sebelumnya, di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (18/12) waktu setempat, Prabowo mempertimbangkan kemungkinan untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Prabowo mengesampingkan proses hukum dengan memberi kesempatan koruptor bertobat.
"Saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi voor, apa voor, apa itu, memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat," ucap Prabowo.
Bertalian dengan hal itu, sehari kemudian, Menko Hukum, HAM, dan Imipas Yusril Ihza Mahendra menjelaskan ide yang disampaikan Prabowo tersebut merupakan bagian dari amnesti yang akab diberikan. Rencananya Prabowo akan memberi amnesti ke sekitar 44.000 narapidana mulai dari kasus narkoba, UU ITE, tahanan politik hingga korupsi.
"Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan apa yang beliau ucapkan di Mesir terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," ujar Yusril melalui siaran persnya, Kamis (19/12).
[cnnindonesia]
Lihat Juga
Lihat Juga